Sabtu, 20 Mei 2017

Tugas Berat Polisi 2018/2019 : Menjinakkan Efek Politik Pemilu Serentak


oleh Priyo Suwarno

(foto net) 
PELAKSANAAN Pilgub di DKI Jakarta sudah dianggap selesai. Anies Baswedan yang berpasangan Sandiaga Salahuddin Uno sudah ditetapkan sebagai Gubernur Terpilih dengan mengantongi 57, 95 persen suara dibanding pasangan petahana Basuki Tjahaya Purnama – Djarot Saiful Hidayat yang mendapat dukungan suara 42,05 persen dari masyarakat pemilik hak suara di Jakarta. 

Ibarat gempa, ipicentrum politik di Jakarta ini menghasilkan gaung dan getaran sangat luas, yang efeknya sampai seluruh wilayah Indonesia. Tidak berlebihan jika dengungannya menyeruak  sampai di empat penjuru benua di bumi ini. Bahkan sudah mengarah ke badan dunia, PBB. 

Pasca Pilgub DKI, masih ada dua luka menganga yang menjerat bangsa Indonesia. Pertama, gesekan politik dan sosial, kedua kasus hukumnya belum selesai. Secara politik dan sosial, ongkos yang ditanggung oleh bangsa Indonesia sangat mahal. Tingkat kemahalannya sungguh tak terkirakan, yaitu mengancam keutuhan Negara Republik Indonesia. 


(foto net)
Karena para elite politik di Indonesia --barangkali penganut Macheavellism—yang begitu tega dan semena-mena memanfaatkan isu SARA (Suku-Agama-Ras dan Antargolonan) sebagai ‘mother of  bomb’untuk mematikan lawan politik. Dalam kasus ini boleh beda pendapat, akan tetapi isu penistaan agama lah sebagai penyebab utama kekalahan Basuki Tjahaya Purnama melawan rivalnya. 

Ketika maju, Ahok sapaan Basuki-- dalam berbagai survey politik mempunyai tingkat elektabilitas sampai 78 persen. Hampir mustahil dikalahkan oleh siapapun. Kini terbukti bahwa isu agama, sangat mujarab untuk mengalahkan lawan politiknya. Kisah bakal dicopy-paste untuk pemenangkan pemilu daerah secara serentak.

Ekses dari Pilgub DKI sampai saat ini pun masih terasa, risiko beratnya adalah ancaman terhadap persatuan dan kesatuan Negara Indonesia. Kedua, kasus-kasus hukum sebagai rentetan dari persoalan politik itu juga belum selesai secara tuntas.

Bersyukur limbah politik yang berujung pada ancaman keamanan negara itu secara pelan-pelan dan sabar bisa diatasi oleh aparat keamanan, khususnya Kepolisian Republik Indonesia diback-up oleh TNI. Persoalannya adalah, apakah kemudian itu terhenti dan padam sama sekali. Tidak!

(foto net)
Karena, karena beberapa kelompok elite politik di Indonesia seolah sudah punya rumus jitu untuk memenangkan di semua pemilu serentak yang akan dilaksanakan 2018 dan 2019 nanti. Disinilah lembaga, pimpinan dan aparat kepolisian kembali diuji kehebatannya untuk meredam semua gejolak terhadap ekses ‘pertempuran’ politik yang menjadi agenda wajib undang-undang itu, untuk melaksanakan Pemilu Serentak.

Menurut undang-undang pula, Indonesia akan melaksanakan pilkada serentak. KPU memutuskan pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota serentak tahun 2017 pada hari Rabu tanggal 15 Februari 2017.

Total daerah yang akan menyelenggarakan pilkada berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Daerah tersebut yang akhir masa jabatan kepala daerahnya berakhir bulan Juli 2016 sampai dengan Desember 2017. Sebagai catatan, polisi juga berhasil memberikan keamanan dan kenyamanan Pilkada serentak ini. Termasuk ketika pilgub DKI, yang mendapat guncangan politik begitu luas.

Tahun 2018 mendatang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2018 akan digelar serentak untuk 171 daerah di Indonesia. Sebanyak 17 di antaranya ada di tingkat provinsi. Ketentuan teknis untuk Pilkada serentak itu masih menggunakan Peraturan KPU (PKPU) yang digunakan untuk Pilkada serentak 2017, selama belum ada perubahan.

Gelombang berikutnya adalah penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilres) juga serentak bersama Pemilihan Legislatif (Pileg) di seluruh Indonesia. Bisa dibayangkan betapa sibuk dan berat tata laksanakan pengaman agenda politik yang penuh intrik dan saling menyerang antar peserta pemilu.


Polisi pasti sudah memetakan skenario pengamanan pemilu daerah itu menyelenggarakan pemilihan umum. Kini konsentrasi Polri akan dibagi ke 17 pronvinsi, serta 171 kota dan kabupaten. Ketika sistem pilkada masih parsial, konsentrasi keamanan bisa dibagi-bagi sehingga memudahkan mobilisasi aparat ketika satu daerah ada ancaman keamanan.

Tantangan berat pengamanan pilkada serentak adalah mobilisai aparat sulit dilaksanakan, karena karena setiap daerah punya agenda dan tugas yang sudah dibebankan. Ini semua menyangkut rasio jumlah petugas dibanding jumlah penduduk.

Persoalannya, menurut Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia Irjen Arief Sulistyanto mengatakan, perbandingan jumlah polisi yang direkrut dan purna tugas mengalami "zero growth". Jumlah yang pensiun tak jauh berbeda dengan personel baru, sementara jumlah penduduk Indonesia terua bertambah.


Idealnya jumlah polisi dibandingkan masyarakat 1:350, namun faktanya di Indonesia sekarang ini perbandingannya saat ini sekitar 1:750. Arief mengatakan, jumlah polisi di setiap satuan wilayah tidak merata. Ada Polda yang jumlah personilnya cukup, ada yang wilayahnya justru kekurangan polisi. Dengan demikian, dikhawatirkan tak semua permasalahan di setiap daerah bisa diselesaikan polisi.

Sebaliknya Kapolri Jenderal Tito Karnavian punya sudut pandang berbeda, menurut dia jumlah personel polisi Indonesia terbesar nomor dua di dunia setelah China. Kata Kapolri, saat ini jumlah anggotanya di Indonesia sebanyak 430.000 personel. Pernyataan disampaikan ketika member sambutan Pertemuan Interpol di Bali, 7-10 November 2016.

Di tengah-tengah keterbatasan jumlah personel bahkan mungkin juga budget, Polri tetap optimistis mampu mengendalikan pengamanan pelaksanaan Pilkada Serentak. Untuk membuktikan bahwa lembaga kepolisian beserta seluruh pimpinan dan aparatur di bawah benar-benar netral dalam pemilu.

Kita semua yakin kehebatan pola pengamanan ini akan semakin mantap, manakala seluruh warga masyarakat dan bangsa Indonesia memberikan kontribusi untuk terus bersama polri memberikan rasa sejuk dan menjaga kondusifitas wilayahnya masing-masing. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terkini

Info Cuaca Kaltara

Redaksi

Penasehat: Suyoso Nantra SSos MM, Pemimpin Umum : Tomo Widodo, Wakil Pemimpin Umum : Abdul Rahman, Dewan Redaksi: Ir Lusiano SH MBA, Tomo Widodo, SHut, Max Oroh, Andi M Firzan, SH, Anton Hidayat SHut. Pemimpin Redaksi: Sahruddin SPd.,SE, Redaktur Pelaksana: Max Oroh Redaktur: Juli Prastomo, Munawar, Kepala Biro Sebatik : Sahruddin SPd.,SE, Biro Nunukan : Harry Kurniawan, Sahabuddin, Staf Redaksi: H Ponidi HB, Budyastono, M. Usman Jakatalu, Andi Ar Evrai, Kontributor Yogyakarta dan Sekitarnya: Drs Raga Afandi, Bayu Sukma P, SE. Kontributor Kaltara: M Imam. Fotografer: H Ponidi HB Manager Umum & EO: Abdul Rahman Manager Keuangan: Anton Hidayat, SHut Manager Iklan: Sam A Widodo Koordinator IT: Juli Prastomo. Staff IT: Muhmamad Fathur, Max Oroh, Penerbit: PT Kabar Group Kantor Pusat: Komp. Taman Sari Bukit Mutiara, Blok RK 40-41, Kel. Gunung Samarinda Baru, Kec. Balikpapan Utara, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Indonesia Telp.: 081254235977, 081250278889, 087841170982, 085652021853 Email: redaksi__kabarkaltim@hotmail.com