Catatan Lusiano SH Msi (advokat)
PELANGGARAN UU pemilu bisa saja terjadi, dimana pelaku pelanggaran dilakukan oleh penyelenggara/pelaksana pemilu. Pelanggaran dapat terjadi sejak awal, misalnya pelanggaran persyaratan adminisrasi sebagai calon peserta pemilu atau calon legislatif yang harusnya dapat dideteksi dari awal tidak lolos, terkoreksi dan diragukan, akhirnya diloloskan oleh KPU karena yang bersangkutan melobi dan berupaya untuk lolos karena pertemanan dan pengaruh lain.
Untuk mengurangi dan menghindari sengketa kemudian setelah pasca Pemilu termasuk karena pelanggaran kampanye dan adanya jual beli suara contoh seperti apa yang dilakukan negarawan sambil joget cabut uang dari kantong bagi-bagi uang untuk tarik simpatisan termonitor layar TV karena dia orang berpengaruh di salah satu partai saat itu, ada yang berani menangkap dan memproses pelanggaran hukum sebagai money politic ????? Dan itu tingkat nasional apalagi di daerah kecil sampai ada isu di masyarakat kalau kita ikut si A kampanye dapat berapa duitnya ada juga istilah ambil uangnya jangan pilih orangnya dan ada istilah daerah ini bebas “serangan fajar”.
Hal seperti ini sudah membudaya di musim Pemilu dan ada atau pernah ada???? Bisa-bisa terjadi dua kubu atau tiga kubu lakukan serangan fajar ke satu sasaran ketemu di jalan ha ha ha !!!!
Apa yang terjadi, apalagi saat ini kita menghadapi Pemilu serentak,oleh karenanya perlu pengaturan kembali UU Pemilu yang telah ada untuk menjadi lebih jurdil. Beberapa saran untuk mewujudkan Pemilu yang jurdil adalah :1)demi keadilan dan kepastian hukum,pembentuk UU seharusnya mengatur penyelesaian pelanggaraan administrasi penyelenggaraan Pemilu secara khusus, lengkap dan jelas dalam UU Pemilu dengan mengutamakan perlindungan hak pillih warga egara dan calon legislatif/peserta Pemilu sehingga bersinergi dengan sistem kedaulatan rakyat/demokrasi.2). Demi keadilan dalam pemilu,pembentukan UU semestinya memisahkan antara lembaga yg berfungsi sebagai penyelenggara/pelaksana Pemilu dan fungsi pemutusan pelanggaran administrasi penyelenggaraan pemilu sebagai upaya mewujudkan Pemilu yg Demokratis.3) Pelaksaan Pemilu sebagai perwujudan Pemilu.demokratis dan Jurdil penangkalnya sudah.ada Bawaslu, Panwaslu Penegak Hukum dan.
Pengawasan LSM dll dr awal pendaftaran calon peserta pemilu sampai pembentukaan Timses dan posko pemenangan peserta-peserta pemilu harusnya sudah dapat dilakukan pengawasan terhadap perserta Pemilu yang akan melakukan money politic untuk meraih dukungan pemilih dgn cara merayu Pemilih dan penyelenggara/pelaksanabisa dideteksi dari awal saat sebelum kampanye dan sebelum hari H pemilihan.
Tindakan tersebut dapat diproses sebagai pelanggaran pidana dalam UU Pemilu,begitu juga yg menyangkut pelanggaran Administrasi dan syarat calon legislatif, eksekutif yang dipilih melalui Pemilu yang melanggar UU kalau diloloskan akan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara karena calon2 seperti itu bukan untuk berjuang mewakili rakyat tapi ambisi pribadi dan kekuatan dan kekuasaan uang dan kelompoknya saja, yang mencari tahta masuk dalam link legislatif dan eksekutif untuk peluang ke arah mencari keuntungan pribadi/korupsi dan calon benalu bagi Negara dan diragukan pemahaman Panca Silanya, Ketuhanan Yang Maha Esa atau Keuangan yang maha esa???? Sebagai calon pemimpin negara/wakil rakyat jika terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan Pemilu, perlu perlu diadakan Peradilan Khusus Pemilu yang berwenang untuk mengadili baik pelanggaran maupun sengketa Pemilu.
Dibentuknya peradilan khusus Pemilu selain untuk menjaga independensi penanganan pelanggaran juga untuk mendukung pelaksanaan Pemilu yang Luber dan Jurdil serta demokrastis sehingga perlu dibentuk Peradilan khusus tersebut. Saya terinspirrasi dengan tulisan Disertasi sahabat saya. Dr. Drs. IMAM ROPII SH.,MH, (Dosen Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang) saat mempertahankan Disertasinya yang berjudul “Pengaturan Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Penyelenggaraan Pemilu : Studi Terhadap Pemilu Legislatif yang Demokratis” dengan hasil Cumlaude.
Gagasan pembentukan peradilan khusus Pemilu nampaknya cukup mendesak karena UU pemilu yang ada tidak mengatur penyelesaian pelanggaran administrasi melalui forum peradilan dan hanya diselesaikan sendiri oleh KPU dan jajaran pelaksana di bawahnya. Ketiadaan mekanisme untuk mempersoalkan keputusan KPU dalam penanganan penyelesaian pelanggaran administrasi ini lah yang menjadi peluang terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu. Jika ditelaah terhadap pelaksanaan Pemilu yang terdiri dari rangakai tahapan Pemilu, sebenarnya kecurangan sejak awal dapat kita deteksi dari awal dari isue dan obrolan warung kopi oleh masyarakat terhadap sang calon yg harusnya sudah bisa dijadikan dugaan awal “azas praduga tak bersalah “terhadap calon-calon yang nyeleneh agar lebih diteliti oleh Bawaslu, Panwaslu, atau penegak hukum enggan melakukan tangkap tangan apalagi sang calon orang kuat beruang (ber-uang maksudnya) dan dianggap tokoh dermawan di Dapilnya serta didampingi oleh Preman Pemilu hal ini juga berpotensi melemahkan Pengawasan Pelanggaran Pemilu dan memunculkan ketakutan tersendiri untuk mengungkap dikarenakan jangan-jangan si calon yang kita Amati dan laporkan memiliki kekuatan dan kekebalan terhadap dirinya.
Dalam kondisi yang demikian maka matilah kata Pengawas, dan berpotensi untuk dibalik dengan mengkriminalisasi dan ancaman. Hal ini dikarenakan kejahatan Pemilu ini sudah sampai hampir meruntuhkan kewibawaan negara, sebagai contoh yang sangat jelek, yakni menjadikan ketua MK Mr Akil Mochtar dan lain-lain menjadi terpidana akibat pembelian suara melalui hakim MK tersebut (wholeshale vote-buying) sehingga sudah masuk suasana darurat Hukum penegakan PEMILU yang Jurdil di NKRI yang sudah Umur 70 tahun ini dan kata Bapak Presiden Negara kita sudah krisis moral dalam berbangsa dan bernegara. (*)
PELANGGARAN UU pemilu bisa saja terjadi, dimana pelaku pelanggaran dilakukan oleh penyelenggara/pelaksana pemilu. Pelanggaran dapat terjadi sejak awal, misalnya pelanggaran persyaratan adminisrasi sebagai calon peserta pemilu atau calon legislatif yang harusnya dapat dideteksi dari awal tidak lolos, terkoreksi dan diragukan, akhirnya diloloskan oleh KPU karena yang bersangkutan melobi dan berupaya untuk lolos karena pertemanan dan pengaruh lain.
Untuk mengurangi dan menghindari sengketa kemudian setelah pasca Pemilu termasuk karena pelanggaran kampanye dan adanya jual beli suara contoh seperti apa yang dilakukan negarawan sambil joget cabut uang dari kantong bagi-bagi uang untuk tarik simpatisan termonitor layar TV karena dia orang berpengaruh di salah satu partai saat itu, ada yang berani menangkap dan memproses pelanggaran hukum sebagai money politic ????? Dan itu tingkat nasional apalagi di daerah kecil sampai ada isu di masyarakat kalau kita ikut si A kampanye dapat berapa duitnya ada juga istilah ambil uangnya jangan pilih orangnya dan ada istilah daerah ini bebas “serangan fajar”.
Hal seperti ini sudah membudaya di musim Pemilu dan ada atau pernah ada???? Bisa-bisa terjadi dua kubu atau tiga kubu lakukan serangan fajar ke satu sasaran ketemu di jalan ha ha ha !!!!
Apa yang terjadi, apalagi saat ini kita menghadapi Pemilu serentak,oleh karenanya perlu pengaturan kembali UU Pemilu yang telah ada untuk menjadi lebih jurdil. Beberapa saran untuk mewujudkan Pemilu yang jurdil adalah :1)demi keadilan dan kepastian hukum,pembentuk UU seharusnya mengatur penyelesaian pelanggaraan administrasi penyelenggaraan Pemilu secara khusus, lengkap dan jelas dalam UU Pemilu dengan mengutamakan perlindungan hak pillih warga egara dan calon legislatif/peserta Pemilu sehingga bersinergi dengan sistem kedaulatan rakyat/demokrasi.2). Demi keadilan dalam pemilu,pembentukan UU semestinya memisahkan antara lembaga yg berfungsi sebagai penyelenggara/pelaksana Pemilu dan fungsi pemutusan pelanggaran administrasi penyelenggaraan pemilu sebagai upaya mewujudkan Pemilu yg Demokratis.3) Pelaksaan Pemilu sebagai perwujudan Pemilu.demokratis dan Jurdil penangkalnya sudah.ada Bawaslu, Panwaslu Penegak Hukum dan.
Pengawasan LSM dll dr awal pendaftaran calon peserta pemilu sampai pembentukaan Timses dan posko pemenangan peserta-peserta pemilu harusnya sudah dapat dilakukan pengawasan terhadap perserta Pemilu yang akan melakukan money politic untuk meraih dukungan pemilih dgn cara merayu Pemilih dan penyelenggara/pelaksanabisa dideteksi dari awal saat sebelum kampanye dan sebelum hari H pemilihan.
Tindakan tersebut dapat diproses sebagai pelanggaran pidana dalam UU Pemilu,begitu juga yg menyangkut pelanggaran Administrasi dan syarat calon legislatif, eksekutif yang dipilih melalui Pemilu yang melanggar UU kalau diloloskan akan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara karena calon2 seperti itu bukan untuk berjuang mewakili rakyat tapi ambisi pribadi dan kekuatan dan kekuasaan uang dan kelompoknya saja, yang mencari tahta masuk dalam link legislatif dan eksekutif untuk peluang ke arah mencari keuntungan pribadi/korupsi dan calon benalu bagi Negara dan diragukan pemahaman Panca Silanya, Ketuhanan Yang Maha Esa atau Keuangan yang maha esa???? Sebagai calon pemimpin negara/wakil rakyat jika terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan Pemilu, perlu perlu diadakan Peradilan Khusus Pemilu yang berwenang untuk mengadili baik pelanggaran maupun sengketa Pemilu.
Dibentuknya peradilan khusus Pemilu selain untuk menjaga independensi penanganan pelanggaran juga untuk mendukung pelaksanaan Pemilu yang Luber dan Jurdil serta demokrastis sehingga perlu dibentuk Peradilan khusus tersebut. Saya terinspirrasi dengan tulisan Disertasi sahabat saya. Dr. Drs. IMAM ROPII SH.,MH, (Dosen Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang) saat mempertahankan Disertasinya yang berjudul “Pengaturan Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Penyelenggaraan Pemilu : Studi Terhadap Pemilu Legislatif yang Demokratis” dengan hasil Cumlaude.
Gagasan pembentukan peradilan khusus Pemilu nampaknya cukup mendesak karena UU pemilu yang ada tidak mengatur penyelesaian pelanggaran administrasi melalui forum peradilan dan hanya diselesaikan sendiri oleh KPU dan jajaran pelaksana di bawahnya. Ketiadaan mekanisme untuk mempersoalkan keputusan KPU dalam penanganan penyelesaian pelanggaran administrasi ini lah yang menjadi peluang terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu. Jika ditelaah terhadap pelaksanaan Pemilu yang terdiri dari rangakai tahapan Pemilu, sebenarnya kecurangan sejak awal dapat kita deteksi dari awal dari isue dan obrolan warung kopi oleh masyarakat terhadap sang calon yg harusnya sudah bisa dijadikan dugaan awal “azas praduga tak bersalah “terhadap calon-calon yang nyeleneh agar lebih diteliti oleh Bawaslu, Panwaslu, atau penegak hukum enggan melakukan tangkap tangan apalagi sang calon orang kuat beruang (ber-uang maksudnya) dan dianggap tokoh dermawan di Dapilnya serta didampingi oleh Preman Pemilu hal ini juga berpotensi melemahkan Pengawasan Pelanggaran Pemilu dan memunculkan ketakutan tersendiri untuk mengungkap dikarenakan jangan-jangan si calon yang kita Amati dan laporkan memiliki kekuatan dan kekebalan terhadap dirinya.
Dalam kondisi yang demikian maka matilah kata Pengawas, dan berpotensi untuk dibalik dengan mengkriminalisasi dan ancaman. Hal ini dikarenakan kejahatan Pemilu ini sudah sampai hampir meruntuhkan kewibawaan negara, sebagai contoh yang sangat jelek, yakni menjadikan ketua MK Mr Akil Mochtar dan lain-lain menjadi terpidana akibat pembelian suara melalui hakim MK tersebut (wholeshale vote-buying) sehingga sudah masuk suasana darurat Hukum penegakan PEMILU yang Jurdil di NKRI yang sudah Umur 70 tahun ini dan kata Bapak Presiden Negara kita sudah krisis moral dalam berbangsa dan bernegara. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar