oleh: Lusiano SH MSi (Aktivis Dayak Borneo, Advokat)
BENCANA alam di Nusantara ini ibarat lagu yang harus dinyanyikan terus menerus. Musim kemarau kekeringan dan kekurangan air, kebakaran hutan dan kabut asap. Di musim hujan berlimpah air, bencana banjir, di saat tenang kita lupa bencana-bencana peringatan Tuhan. Kita berlomba-lomba eksploitasi alam secara serakah secara berlebihan meningkatkan produksi kejar musim dan tidak berimbang.
Bahkan di saat hujan mau turun konon ada yang melawan Tuhan menggunakan pawang tolak hujan. Di saat mau panas ada yang pakai pawang panggil hujan. Kejadian rutin sepanjang tahun ini adalah fenomena alam yang bisa jadi bencana alam, kalau sudah digolongkan bencana alam dikatakan di luar kemampuan manusia kehendak Allah yang menelan korban dan bisa memusnahkan kehidupan ini.
Harus kita sadari murka Allah atau apa terhadap kita, kita harus sadari menurut ajaran agama saya kekuasaan pemerintah di tiap negara di dunia adalah kepanjangan tangan Tuhan untuk mengatur kehidupan berbangsa bernegara, dengan dasar-dasar bernegara kalau di Indonesia dinyatakan dalam Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Mukadimah UUD 1945.
Nampaknya untuk menjaga alam pemberian Tuhan ini kita tidak bisa semata-semata harapkan Pemerintah, perlu adanya gerakan nasional dan memberdayakan Hukum Adat untuk menjaga nusantara ini. Karena di hutan itu adanya di kampung-kampung dan desa-desa di hulu sungai itu lah pemukiman dan habitat masyarakat adat bermukim. Kalau di Borneo kami masyarakat Adat Dayak masih memegang hukum adat, menjaga keseimbangan dan kelesatarian alam.
Sampai saat ini saya masih ingat berupa nasihat adat yang katanya “Kiamat “Awal di dunia ini akibat oleh tangan mausia sendiri karena kehancuran alam yang dibuat tidak berdasarkan aturan Adat dan Hukum” menjadi tidak berimbang terjadinya pembakaran dan pembukaan lahan besar-besaran yang mengakibatkan kabut asap dan kebakaran hutan yang dikatakan diisukan oleh oknum, ini oknum itu, oknum siapa, suruhan siapa. Kalau masyarakat adat seberapa besar dan seberapa luas garapannya kalau cara manual, apakah akibat oknum-oknum berdasi yang dengan traktor, buldozer dan mesin-mesin penghancur alam dan modal besar yang memperdaya masyarakat adat untuk kepentingan mereka merambah hutan.
Yang perlu ditindak dan dicegah yang bisa mengakibatkan rakyat kecil terkriminalisasi.karena kejadian klasik langganan tahunan ini selalu secara rutin terjadi. Kalau sudah terjadi bencana kita mau salahkan siapa akhir-akhirnya karena kuasa Allah lagi. Kan enak sebenarnya karena pesan adat itu akibat ulah kita, kita itu siapa????? Ya kita itu termasuk penikmat keuntungan yang berdasi yang paling menikmati keuntungan kami masyarakat adat setempat terima akibatnya. Kalau yang berdasi jauh dari bencana kalau masyarakat adat yang di kampung dan desa yang menderita terdampak akibat kerusakan alam secara langsung, perlu gerakan nasional dan pengawasan ketat dari masyarakat adat.
Bantu dan ungkap serta penegakan hukum berat dan denda berat kepada yang dikatakan oknum-oknum maupun perusahaan perkebunan yang membakar hutan untuk usaha perkebunan, itu siapa apakah rakyat kecil yang buka lahan kebun kecil-kecilan dan ladang tanam padi, atau yang buka lahan ribuan hektare harus tegas dan diperjelas pembuktiannya. Mungkin sulit, bisa saja dikatakan oleh yang besar-besar, kami tidak bakar hutan karena perkebunan rakyat yang ada di sekitar kami lah yang merambat ke kebun kami ini.
Masalah.tapi setahu saya di adat kami Dayak Borneo ada aturan Hukum Adat sejak tebang buka lahan ada aturan bisa tidaknya di satu lokasi di tebang untuk kebun ada ritualnya setelah mendapat petunjuk baru bisa dilakukan penebangan. Saat mau membakar pun kami ada musyawarah adat membersihkan batas tebangan yang akan dibakar dan mengundang tetangga-tetangga sesama peladang untuk jaga batas.
Misalnya saat si A mau bakar lahan tebangan dan melihat arah angin, saat hari H kemana arah angin bahaya atau tidak. Kalau arah angin membahayakan pembakaran tidak dilakukan. Jadi perlu gerakan nasional jaga hutan dengan memberdayakan masyarakat adat setempat. Jangan diperdaya karena hutan-hutan itu adalah habitat milik adat. Kami bangsa Dayak yang dianugerahkan untuk berladang dan berburu dan bahkan di kepercayaan Agama lelubur kami Hindu Kaharingan di hutan-hutan juga tempat Dewa penjaga alam. Karena adat kami jaga keseimbangan dan bersahabat dengan alam tinggal diberdayakan dan diberi pemahaman jangan ditakut-takutti tembak di tempat lah dan sebagaima karena ini juga fenomena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang katanya kita sudah kehilangan etika berbangsa dan bernegara.
Dan ini juga sudah merambah ke masyarakat adat nusantara yang sudah cenderung materialistis.dengan tidak adil dalam mengeksploitasi alam. Nah wajarlah alam sudah tidak bersahabat dengan kita, karena kita main jual, main tebas dan gusur. Sudah mengarah pada pengrusakan massal , keganasan alam sudah kita rasakan akibatnya kita pun sulit , yang perlu hutan kita lestari bukan cuma kita dunia memerlukan oksigen bahkan hutan kita adalah penyumbang oksigen dunia. Tumbuhkan kebanggaan itu pada sanubari bangsa Indonesia pentingnya hutan kita. Kenapa perambah-perambah hutan kita seenaknya dan mungkin juga ada masyarakat adat yang sudah melanggar Hukum Adat atau tidak beradat lagi yang diperdaya dengan materi.
Hukum negara juga berat sudah ada yang sulit apa????? Pengawasannya yang sulit untuk cegah tangkal karena letaknya jauh dan pertugas pengawasan kurang,karena jumlah izin-izin pertambanngan dan perkebunan yg berpotensi merusak dan menghancurkam hutan alam asli dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah tidak berimbang dengan pengawasan dan tidak mungkin banyak hal yg sudah terdeteksi berpotensi bencana dan kerusakan diberikan recomendasi baik dan aman ada istilah masuk periksa bawa map komplit keluar bawa amplop.
Sekarang saatnya pemerintah periksa yang namanya AMDAL dan sanksinya?????? Kalau perlu kita libatkan ahli-ahli Amdal, negara-negara yang butuh hutan kita lestari dan burtuh oksigen dunia kita, supaya Amdal yang dikeluarkan menjadi lebih afdol. (*)
BENCANA alam di Nusantara ini ibarat lagu yang harus dinyanyikan terus menerus. Musim kemarau kekeringan dan kekurangan air, kebakaran hutan dan kabut asap. Di musim hujan berlimpah air, bencana banjir, di saat tenang kita lupa bencana-bencana peringatan Tuhan. Kita berlomba-lomba eksploitasi alam secara serakah secara berlebihan meningkatkan produksi kejar musim dan tidak berimbang.
Bahkan di saat hujan mau turun konon ada yang melawan Tuhan menggunakan pawang tolak hujan. Di saat mau panas ada yang pakai pawang panggil hujan. Kejadian rutin sepanjang tahun ini adalah fenomena alam yang bisa jadi bencana alam, kalau sudah digolongkan bencana alam dikatakan di luar kemampuan manusia kehendak Allah yang menelan korban dan bisa memusnahkan kehidupan ini.
Harus kita sadari murka Allah atau apa terhadap kita, kita harus sadari menurut ajaran agama saya kekuasaan pemerintah di tiap negara di dunia adalah kepanjangan tangan Tuhan untuk mengatur kehidupan berbangsa bernegara, dengan dasar-dasar bernegara kalau di Indonesia dinyatakan dalam Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Mukadimah UUD 1945.
Nampaknya untuk menjaga alam pemberian Tuhan ini kita tidak bisa semata-semata harapkan Pemerintah, perlu adanya gerakan nasional dan memberdayakan Hukum Adat untuk menjaga nusantara ini. Karena di hutan itu adanya di kampung-kampung dan desa-desa di hulu sungai itu lah pemukiman dan habitat masyarakat adat bermukim. Kalau di Borneo kami masyarakat Adat Dayak masih memegang hukum adat, menjaga keseimbangan dan kelesatarian alam.
Sampai saat ini saya masih ingat berupa nasihat adat yang katanya “Kiamat “Awal di dunia ini akibat oleh tangan mausia sendiri karena kehancuran alam yang dibuat tidak berdasarkan aturan Adat dan Hukum” menjadi tidak berimbang terjadinya pembakaran dan pembukaan lahan besar-besaran yang mengakibatkan kabut asap dan kebakaran hutan yang dikatakan diisukan oleh oknum, ini oknum itu, oknum siapa, suruhan siapa. Kalau masyarakat adat seberapa besar dan seberapa luas garapannya kalau cara manual, apakah akibat oknum-oknum berdasi yang dengan traktor, buldozer dan mesin-mesin penghancur alam dan modal besar yang memperdaya masyarakat adat untuk kepentingan mereka merambah hutan.
Yang perlu ditindak dan dicegah yang bisa mengakibatkan rakyat kecil terkriminalisasi.karena kejadian klasik langganan tahunan ini selalu secara rutin terjadi. Kalau sudah terjadi bencana kita mau salahkan siapa akhir-akhirnya karena kuasa Allah lagi. Kan enak sebenarnya karena pesan adat itu akibat ulah kita, kita itu siapa????? Ya kita itu termasuk penikmat keuntungan yang berdasi yang paling menikmati keuntungan kami masyarakat adat setempat terima akibatnya. Kalau yang berdasi jauh dari bencana kalau masyarakat adat yang di kampung dan desa yang menderita terdampak akibat kerusakan alam secara langsung, perlu gerakan nasional dan pengawasan ketat dari masyarakat adat.
Bantu dan ungkap serta penegakan hukum berat dan denda berat kepada yang dikatakan oknum-oknum maupun perusahaan perkebunan yang membakar hutan untuk usaha perkebunan, itu siapa apakah rakyat kecil yang buka lahan kebun kecil-kecilan dan ladang tanam padi, atau yang buka lahan ribuan hektare harus tegas dan diperjelas pembuktiannya. Mungkin sulit, bisa saja dikatakan oleh yang besar-besar, kami tidak bakar hutan karena perkebunan rakyat yang ada di sekitar kami lah yang merambat ke kebun kami ini.
Masalah.tapi setahu saya di adat kami Dayak Borneo ada aturan Hukum Adat sejak tebang buka lahan ada aturan bisa tidaknya di satu lokasi di tebang untuk kebun ada ritualnya setelah mendapat petunjuk baru bisa dilakukan penebangan. Saat mau membakar pun kami ada musyawarah adat membersihkan batas tebangan yang akan dibakar dan mengundang tetangga-tetangga sesama peladang untuk jaga batas.
Misalnya saat si A mau bakar lahan tebangan dan melihat arah angin, saat hari H kemana arah angin bahaya atau tidak. Kalau arah angin membahayakan pembakaran tidak dilakukan. Jadi perlu gerakan nasional jaga hutan dengan memberdayakan masyarakat adat setempat. Jangan diperdaya karena hutan-hutan itu adalah habitat milik adat. Kami bangsa Dayak yang dianugerahkan untuk berladang dan berburu dan bahkan di kepercayaan Agama lelubur kami Hindu Kaharingan di hutan-hutan juga tempat Dewa penjaga alam. Karena adat kami jaga keseimbangan dan bersahabat dengan alam tinggal diberdayakan dan diberi pemahaman jangan ditakut-takutti tembak di tempat lah dan sebagaima karena ini juga fenomena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang katanya kita sudah kehilangan etika berbangsa dan bernegara.
Dan ini juga sudah merambah ke masyarakat adat nusantara yang sudah cenderung materialistis.dengan tidak adil dalam mengeksploitasi alam. Nah wajarlah alam sudah tidak bersahabat dengan kita, karena kita main jual, main tebas dan gusur. Sudah mengarah pada pengrusakan massal , keganasan alam sudah kita rasakan akibatnya kita pun sulit , yang perlu hutan kita lestari bukan cuma kita dunia memerlukan oksigen bahkan hutan kita adalah penyumbang oksigen dunia. Tumbuhkan kebanggaan itu pada sanubari bangsa Indonesia pentingnya hutan kita. Kenapa perambah-perambah hutan kita seenaknya dan mungkin juga ada masyarakat adat yang sudah melanggar Hukum Adat atau tidak beradat lagi yang diperdaya dengan materi.
Hukum negara juga berat sudah ada yang sulit apa????? Pengawasannya yang sulit untuk cegah tangkal karena letaknya jauh dan pertugas pengawasan kurang,karena jumlah izin-izin pertambanngan dan perkebunan yg berpotensi merusak dan menghancurkam hutan alam asli dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah tidak berimbang dengan pengawasan dan tidak mungkin banyak hal yg sudah terdeteksi berpotensi bencana dan kerusakan diberikan recomendasi baik dan aman ada istilah masuk periksa bawa map komplit keluar bawa amplop.
Sekarang saatnya pemerintah periksa yang namanya AMDAL dan sanksinya?????? Kalau perlu kita libatkan ahli-ahli Amdal, negara-negara yang butuh hutan kita lestari dan burtuh oksigen dunia kita, supaya Amdal yang dikeluarkan menjadi lebih afdol. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar